Wednesday 29 November 2017

Enam "Dosa" Sekolah Modern



Nyaris tak banyak orang yang bertanya, untuk apa sesungguhnya menyekolahkan anak kita? Mestinya agar anak kita siap lahir dan bathin menghadapi realita hidup yang berubah sangat cepat. Tetapi kenyataannya sejak ratusan tahun, praktek proses belajar di sekolah tidak banyak berubah.

Faktanya, 4 pemimpin dunia bersepakat merancang pendidikan untuk menjawab kebutuhan industri, utamanya berperan mencetak pekerja (baca; buruh) pabrik. Penekanan proses di sekolah agar tumbuh kembang mentalitas industrial yakni dalam rangka membangun produksi massa dan kontrol massa. Hal ini menjadi orientasi serta prioritas di sekolah. Seth Godin seorang penulis sekaligus pebisnis berpendapat bahwa tujuan utama sistem pendidikan adalah melatih orang agar mau bekerja di pabrik. Ken Robinson seorang penulis dan pemerhati pendidikan berpendapat, bahwa pendidikan memang dirancang atas kepentingan zaman industri, maka dari itu otomatis mencerminkan sebagai berikut:

Satu: Nilai-nilai zaman industri

Sekolah mendidik siswa dengan menggunakan labeling, dan mengatur kehidupan mereka dengan membunyikan bel—Sepanjang hari agar siswa tidak melakukan tindakan apapun kecuali harus mengikuti instruksi, yakni duduk, perintah keluarkan buku, siswa diminta membuka buku halaman sekian, kerjakan soal nomor sekian. Siswa dilarang berbicara. Di sekolah, siswa dinilai berdasarkan apa yang diinstruksikan guru. Hal seperti itulah, merupakan nilai-nilai industrial yang penting bagi para pekerja pabrik. Kesuksesan mereka ditentukan oleh ketaatan mengikuti instruksi dan melakukan tepat apa yang dikatakan pada mereka. Tetapi saat ini, sejauh mana siswa akan berhasil jika hanya mengikuti instruksi? Padahal dunia modern konon sangat menghargai orang yang kreatif, yang mampu mengomunikasikan ide-ide, dan bekerja sama dengan orang lain. Tetapi siswa, anak-anak kita kenyataannya tidak punya memiliki peluang, kesempatan untuk mengembangkan ketrampilan itu dalam sistem yang berdasarkan nilai-nilai yang diproduksi oleh zaman industrial.

Dua: Kehilangan otonomi dan kontrol

Di sekolah, siswa kehilangan otonomi dan kontrol. Setiap menit dalam hidup mereka di sekolah, dikontrol ketat oleh peraturan. Padahal di kehidupan dunia nyata saat ini, jika siswa memilih mengerjakan suatu pekerjaan penting, maka seharusnya para siswa dapat mengatur waktu sendiri. Para siswa dapat mengambil keputusan sendiri apa yang harus dilakukan dan kapan. Tetapi sekolah sangat berbeda. Sekolah menyampaikan pesan yang sangat berbahaya bahwa mereka tidak berkuasa atas hidupnya sendiri. Mereka hanya menjalankan apa yang telah tertulis, bukannya memberi kesempatan kepada siswa untuk mengatur sendiri kehidupan mereka dan memaksimalkan potensinya. Padahal para ahli yakin bahwa otonomi sangat penting bagi siswa. Tidak heran siswa mengalami kebosanan dan sangat tidak termotivasi di sekolah. Bisa Anda bayangkan jika Anda terus-menerus diberitahu apa yang harus dilakukan di setiap menit hidupmu. Pink seorang penulis buku tentang perilaku, menulis : Otonomi adalah kebutuhan psikologis bawaan—juga Peter Gray seorang psikolog : Anak-anak tidak suka sekolah karena mereka merasa tidak bebas di sekolah.

Tiga: Pembelajaran yang tidak otentik

Kebanyakan apa yang dijalankan di sekolah saat ini tidak otentik karena bergantung pada hafalan dan panutan. Sistem yang dibangun menghasilkan seperangkat pengetahuan umum yang harus diketahui oleh setiap anak. Kemudian setiap berapa bulan hafalan mereka diukur dengan ujian. Kita semua tahu cara tersebut sama sekali sangat tidak otentik karena pasti sudah hilang setelah ujian. Belajar bisa jauh lebih mendalam dan otentik, lebih dari sekadar menghafal dan mengingat. Tapi hanya itu yang kita ukur dan nilai ujian adalah satu-satunya yang dinilai. Ini sangat jelas hanya menciptakan budaya yang sangat tidak sehat antara siswa, orang tua dan guru. Siswa menghadapi situasi yang tidak mengenakkan, di rumah menghafalkan sampai larut malam fakta-fakta tidak penting yang akan sangat cepat dilupakan.

Empat: Tak ada tempat untuk passion dan minat

Kita punya sistem yang sangat standard di mana siswa belajar pada waktu yang sama, tempat yang sama, dan cara yang sama. Ini tidak menghargai fakta dasar sebagai manusia, yang unik dan berbeda satu sama lain. Kita semua memiliki passion dan minat yang masing-masing. Dan kunci pemenuhan hidup adalah menemukan passion masing-masing siswa. Namun apakah sekolah saat ini mendukung siswa menemukan dan mengembangkan passionnya? Tampaknya tak ada ruang di sekolah saat ini yang mendukung siswanya menjawab pertanyaan-pertanyaan penting dalam hidup mereka.

Apa keahlianku?

Apa yang ingin kulakukan dalam hidup?

Bagaimana aku masuk dalam dunia ini?

Sistem pendidikan tampaknya sangat acuh, tidak terlalu peduli. Ada begitu banyak orang hebat yang gagal di sekolah tradisional. Untungnya mereka berhasil mengatasi kegagalan tersebut. Tapi tak semuanya bisa. Kita tidak bisa mengukur betapa banyaknya bakat dan potensi yang tidak terdeteksi dalam sistem saat ini.

Winston Churchill : Nilai rata-ratanya C di sekolah.

Steven Spielberg : tidak naik kelas 6.

John Lennon : dianggap tidak punya harapan dan dianggap badut kelas.

Albert Einstein : dikeluarkan dari sekolah karena suka melawan.

Lima: Perbedaan cara belajar

Masing-masing orang memiliki perbedaan gaya belajar sendiri. Berapa banyak waktu yang kita butuhkan untuk belajar, media atau sumber daya apa yang paling sesuai untuk kita. Tetapi sistem tidak punya ruang untuk perbedaan ini. Jadi jika siswa sedikit lambat mempelajari sesuatu, maka siswa akan dianggap gagal. Padahal yang kita perlukan adalah sedikit waktu untuk mengejar.

Enam: Menceramahi

Dalam sistem sekolah yang ada saat ini, anak diceramahi lebih dari 5 jam sehari. Tapi ada masalah dalam metode ceramah. Sal Khan dari Khan Academy menyebut bahwa ceramah adalah pengalaman mendasar yang mengakibatkan penghilangan kemanusiaan (dehumanisasi). Tiga puluh siswa tidak boleh berbicara satu sama lain. Dalam satu kelas terdapat beberapa siswa dengan level pemahaman yang berbeda-beda. Dan guru tidak memedulikan siswa yang bosan karena sudah lebih maju, atau yang bingung karena tertinggal. Karena internet dan media digital, siswa mampu mendapatkan semua informasi dari seluruh dunia di ujung jari mereka. Teknologi memungkinkan siapa saja untuk mempelajari apa saja. Tetapi karena takut tidak bisa mengontrol, sistem ini tidak memanfaatkan sumber daya luar biasa ini.

Semua sistem pendidikan yang berbasis pada zaman industrialisasi telah ketinggalan zaman dan tidak efektif, jika kita hendak menyiapkan anak-anak kita di dunia modern, jika kita ingin kegiatan belajar lebih efektif dan menarik, maka kita harus mengubah sistem pendidikan kita secara fundamental. ***

Diterjemahkan bebas oleh Tita, relawan SALAM dari Great Big Mind-6 Problems With ModernSchooling System

Sumber : https://www.salamyogyakarta.com/enam-permasalahan-sistem-sekolah-modern/