Ferial Ramli dari grup FB Kagama
Universitas di Indonesia jadi tradisi Universitas Riset itu masih mimpi siang bolong. Jadi, kalau UGM, ITB dan UI bilang mereka buat Riset Mobil Listrik, buat Riset Robot Artificial Intelligent, buat Riset Reaksi Fusi dingin, buat Riset Nano Teknologi, buat Riset Stem Sel dll, dll, lalu bilang nanti Indonesia akan kuasai teknologi tersebut maka ketawa aja anda. Itu untuk mimpi siang bolong aja masih NDAK feasible kok.
(Please jangan langsung nuduh aku sinis ndak nasionalis. Aku cuma ingin menempatkan hal-hal bombastis sesuai dengan proposinya  )
Bukan, bukan itu hasil yang jelek. Tidak, tidak sama sekali jelek. Itu harus dilakukan biar para ilmuawan kita tidak tergagap-gagap betul dengan teknologi terbaru. Jadi, perbuatan ilmuwan dari UGM, ITB atau UI itu sudah benar. Hanya jangan sekali-sekali anda berpikir mereka akan bisa mengimplemtasikannya untuk solusi di masyarakat. Masih jaaaauuuuuhhhhhhh sekali untuk mencapai itu semua.
Itu semua baru level demontrasi atau MOCKUP belaka, TIDAK akan lebih dari itu!
Kok bisa? Iya tentu saja bisa. Lha wong ada pattern logisnya kok untuk memahami sebuah negara itu bisa membuat riset-riset inovatif yang mensejahterakan masyarakatnya.
Tulisan ini kubagi dalam 2:
- Studi Kasus Negara-Negara lain tentang Pembiayaan Dana Riset
- Proses Bagaimana Negara-Negara lain membangun tradisi riset
1. Studi Kasus Negara-Negara Maju tentang Pelaku Riset
Ada 3 Pattern yang bisa kita lihat:
1. Amrik dan Anglo Saxon
Riset dilakukan oleh Universitasnya. Jadilah Universitasnya digelontorkan dana berlimpah. Dikarenakan negara kaya maka mereka cukup banyak bisa menggelontorkan uangnya.
Bagaimana cara mendapatkan dananya? Yah dengan APBN Negara tersebut plus dengan Donasi Dana Abadinya dari para bilantropi. Dikarenakan tidak semua Universitas berhasil membangun dana abadi dari para bilantropi, dan dikarenakan negara dananya cuma terbatas maka hanya sedikit Universitas yang bisa maju.
Di Amerika yah paling itu-itu aja yang hebat: Havard, MIT, Caltech, Princeton, Yale, Colombia, Cornell, Stanford, Chicago, itu semua swasta. Yang negeri paling yang top UCLA, UCB dan U Michigan ann Arbor.
Di Inggris paling: Oxbridge (Oxford dan Cambridge) dan beberapa Universitas di bawah payung The Federal University of London, model UCL atau Imperial College.
Alasannya logis: Negara (meskipun sehebat Amrik atau UK) tidak sanggup men-support riset Uni besar-besaran, serta tidak semua Uni mampu membangun dana abadi dari para bilantropi atau CSR Industri.
2. German Speaking Countries, Benelux, Skandinavia
(Mohon maaf aku tidak begitu tahu tentang Perancis)
Riset itu dilakukan oleh Universitas karena pesanan dari Industrinya untuk melakukan inovasi. Jadi, industri keluarkan biaya besar-besar agar melakukan riset-riset inovasi. Industri dan Universitas itu ibarat senyawa yang saling tolong menolong.
Jangan kaget jika Phillip Group mau mengeluarkan dana besar-besar untuk membangun High Tech Campus Eindhoven (HTCE) men-support risetnya dengan TU Eindhoven. Jangan kaget riset-riset BMW Group itu dilakukan di TU München dan universitas aliansinya yang jumlahnya puluhan. Jangan kaget riset-riset Airbus itu dilakukan di RWTH Aachen dan universitas aliansinya yang jumlahnya puluhan.
Jangan kaget SAP AG Standard Software Market Leader Jerman itu menggelontorkan jutaan euro ke jejaringan SAP University Alliance agar bisa inovasi-inovasi baru yang hasilnya seperti Platform NetWeaver serta yang terbaru Database HANA. Jangan kaget riset-riset industri Swiss itu dilakukan di ETH Zurich.
Seperti itulah mereka membangun risetnya.
3. Jepang
Di Jepang riset dilakukan di perusahaan itu sendiri. Di Universitas memang ada riset tapi aktivitas risetnya lebih banyak pada perusahaan masing-masing. Mereka punya dana besar untuk riset karena perusahaan-perusahaan Jepang seringkali berbentuk Konglomerasi yang dikenal Keiretsu.
Para Keiretsu atau Konglomerasi Jepang model Tokai, Mitsubishi, Mitsui, Sumitomo, dll ini lah yang melakukan riset di perusahaannya dengan dana tak terbatas. Lalu perusahaan-perusahaan mereka melahirkan produk yang inovatif dan amat berkualitas.
—
JADI, meskipun tidak rigid sekali tetap ada “trade-off” dan “cross section”-nya dikarenakan ini bukan pengkotak-kotakan tapi tetap kita bisa katakan:
# Riset di sistem Anglo Saxon filosofisnya Universitas itu Center of Excellent. Riset inovasi itu dilakukan di Universitas. Ini juga yang membuat rangking perguruan tinggi Univ USA/UK amat baik versi rangking THE & QS yang notabene cara nilai rangking risetnya berbasis versi Anglo-Saxon menilai.
# Riset di North Continental Europe filosofisnya adalah Linkage Industry. Dimana Univeristas melakukan riset bersama-sama dengan industri.
Ini juga sebabnya rangking Universitas Eropa tidak setinggi Universitas Anglo-Saxon, dikarenakan “Kredit” hasil risetnya dibagi antara Universitas dengan Perusahaan. Yang dengan perusahaan terikat NDA (Non Disclosure Agreement) dan tidak boleh dipublish.
# Riset di Jepang filosofisnya dilakukan di Industri oleh para Keiretsu. Itu sebabnya industri-industri Jepang amat inovatif. Hanya rangking universitasnya kalah dengan Eropa Kontinental apalagi Anglo Saxon. Cuma Tokyo Daigaku dan Kyoto Daigaku yang bisa bersuara.
2. Proses Bagaimana Negara-Negara lain membangun tradisi riset
Proses riset itu ada banyak tipe:
- Riset inovatif seperti Plasma Nuftah, Nano Teknologi, Reaksi Fusi, AI bahkan mobil listrik merupakan riset lompatan. Ini berbiaya amat tinggi serta butuh kolaborasi tim yang hebat, harus ada enviroment yang layak buat para periset dan harus bisa berlangsung lama dengan pembiayaan tanpa henti.
Riset-riset seperti ini bukan riset tambal sulam tapi harus punya grand design yang benar serta harus bisa melibatkan Pemerintah, Universitas/Lembaga Studi dan Industri. Tanpa pelibatan ini maka ndak akan bisa dilakukan.
Paling bisanya level Mock-Up belaka seperti yang dilakukan UGM, ITB dan UI saat ini 
- Riset ATM: Amati, Tiru dan Modifikasi
Riset ini adalah mengamati hasil riset yang sudah mature di industri tapi marketnya masih besar, lalu segera ditiru cara buatnya, kemudian jika sudah jago maka lakukan riset-riset untuk modifikasinya.
Jadilah terbentuk produk turunan yang punya nilai tambah modifikasi lalu jual ke pasar!
Jepang, Korea dan disusul Cina untuk mengejar ketertinggalannya dari Eropa dan Amerika pakai strategi ini industrinya dulu kala. Begitu sudah punya uang baru mereka lakukan riset lompatan inovasi.
- Riset Teknologi Terapan Serba Guna (TTSB)
Riset bersifat applied yang langsung bisa dimanfaatkan oleh user/stakeholder atau masyarakat.
India pakai strategi ini memulainya. Dia temukan apa yang dibutuhkan lalu dia kembangkan pusat-pusat inovasi teknologi tepat guna dengan branding: “Make in India”.
Pokoknya buat aliansi dengan negara maju agar riset asembly negara maju dilakukan di India sehingga India bisa melakukan pabrikasinya.
Bagaimana dengan strategi riset Indonesia.
- Sudah pastilah kita ndak akan sanggup saat ini dengan riset inovasi. Duite seko endi? Negara ra duwe duwit, industri level asembly. Jadi, klo UGM, UI atau ITB pamer riset inovasi maka itu baru level MOCKUP belaka. Sunahtullah-nya kita belum bisa.
- Nah, riset Indonesia itu kerja sama Universitas dan Industri (Cara Eropa Utara) dengan dana dari pemerintah dan industri.
Klo pakai Cara Jepang, industri kita level asembly jadi tidak punya SDM cukup, cara Anglo-Saxon Univeritas kita ndak punya uang.
- Riset yang dilakukan fokus di 2 hal dulu yaitu ATM dan TTSB. Lupakan dulu riset inovasi, yah cuma untuk gula-gula aja. Sudah fokus di ATM dan TTSB aja! Ndak usah gaya-gaya dulu dengan riset inovatif 
- Bidang apa yang perlu diriset? Ikuti gaya Jepang, Korea, Cina, India dan Thailand aja. Mereka maju dengan cara riset ATM & TTSB pada bidang ini: Industri Otomotif, Industri Elektronika, Industri ICT dan Industri Pangan. Boleh lah industri obat-obat Kedokteran Tropis! Sudah fokus disana dan buat Keiretsu-Keiretsu atau Chaebol-Chaebol Tangguh ala Indonesia yang bukan hasil KKN tapi memang hasil dari Riset ATM dan TTSB
- Baru kalau industri kita sudah mulai kuasai pasar Otomotif Nasional, Elektronika Nasional, Pangan Nasional, Obat-Obatan Kedokteran Tropis Nasional, nah saat itu kita kelimpahan cash flow. Kita bisa bicara tentang lompatan riset inovatif!
#dariTepianLembahSungaiElbe
Sumber : WAG Kedaulatan Pangan & Energi